Wednesday, August 22, 2007

Tokh saya tidak lebih baik dari anjing

Tokh Saya Tidak Lebih Baik Daripada Anjing*
 
Ini cerita seorang tua bijaksana. Kebijaksanaannya begitu masyhur di kalangan penduduk, sehingga menjadi buah bibir. Mendengar kemasyhuran orang ini, timbul niat seorang jahil untuk menguji Pak Tua ini.
 
Si Jahil memanggil Pak Tua, "Pak Tua, kemarilah!"
Datanglah Pak Tua memenuhi undangan Si Jahil, dengan tertatih-tatih berjalan, bertumpu pada tongkatnya. Tatkala Pak Tua sudah sampai di hadapan Si Jahil, Si Jahil malah bertanya pura-pura,
 
"Ada apa ya Pak?"
"Lho, bukankah ananda memanggilku?"
"Aah, nggak tuch. Mungkin Pak Tua salah dengar ya?"
"Oh ya? Baik kalau begitu, maaf", lalu Pak Tua itu pun berlalu.
 
Si Jahil senang sudah berhasil mengerjai Pak Tua.
Namun, ia belum puas. Tak lama kemudian, Si Jahil kembali memanggil Pak Tua,
 
"Pak Tua, kemarilah!"
 
Lalu, Pak Tua kembali memenuhi panggilan Si Jahil, dengan tertatih-tatih berjalan, bertumpu pada tongkatnya. Tatkala Pak Tua sudah sampai di hadapan Si Jahil, Si Jahil kembali lagi bertanya pura-pura,
 
"Ada apa ya Pak?"
 
Lalu dialog kembali berulang. Si Jahil kembali mengelak bahwa ia telah memanggil Pak Tua, dan Pak Tua pun pamit minta maaf dan berlalu. Kejadian ini terus berulang. Berulang...berulang....berulang....sampai Si Jahil merasa sangat bersalah mempermainkan seorang yang sudah tua. Rasa bersalahnya bertambah-tambah karena bukannya marah, justru Pak Tua tetap berwajah ceria.
 
Bukankah kepuasan tertinggi orang jail terletak pada keberhasilannya ngerjain orang? Lha, Pak Tua ini, walaupun sudah berkali-kali dikerjai, tidak mempan juga, malah ia tetap berwajah ceria. Kesallah si Jahil karena kejahilannya terlalu impoten untuk mendobrak amarah Pak Tua. Akhirnya, justru Si Jahil yang kalah sabar mengerjai Pak Tua, ditambah rasa bersalahnya kian memuncak dalam hati.
 
Si Jahil akhirnya menghadap Pak Tua, mohon maaf atas kesalahannya mengerjai, dan menyatakan kekagumannya atas kesabaran Pak Tua. Maka, Pak Tua pun menjawab,
 
"Ananda, jika engkau menyebut tindakanku itu sebagai kesabaran, maka anjing pun melakukannya. Tengoklah anjing, jika tuannya memanggil, anjing selalu datang walau tak jelas tujuan si Tuan memanggil itu apa. Maka, tindakanku memenuhi panggilanmu itu tak lebih hebat daripada anjing. Lalu mengapa pula engkau memuji kesabaranku?"
 
Mendengar ini, Si Jahil bertambah kagum pada Pak Tua. Akhirnya ia mengaku, bahwa sebenarnya ia hanya ingin menguji. Setelah mohon maaf, Si Jahil pun mohon izin agar dapat diterima berguru pada Pak Tua.
 
_________________________
Kita sering terlalu bangga dengan status kemuliaan kita sebagai manusia, sehingga tega merendahkan binatang. Terhadap manusia yang kita benci, kita memaki, "Dasar anjing luh!!!" Bukankah ini penghinaan terhadap anjing? Padahal, anjing pun lebih baik daripada sebagian manusia. Anjing selalu setia, bersyukur, dan tunduk pada pemeliharanya. Padahal banyak manusia yang tidak setia, bersyukur, dan tunduk pada Pemeliharanya.
 
*(Kisah ini diparafrasekan dari salah satu kisah yang diceritakan Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya 'Ulumuddin ['Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama']. Pak Tua adalah seorang ulama sufi, yang sayang sekali saya lupa namanya. Kalau berminat, silakan pembaca memeriksa sendiri dalam kitab tersebut, yang sudah banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan beragam versi oleh banyak penerbit).  
 
 


Diteruskan dari postingan Ilham D. Sannang dalam milis FEUI95

No comments: