Saturday, August 25, 2012

Selalulah berusaha dan berbuat baik

Barusan saja membaca berita di yahoo news, Billionaire Ty Warner gives woman $20,000 

di berita ini seorang miliarder percaya bahwa seseorang diatas sana mencintai wanita yang membantunya memberikan arah jalan ke tempat tujuannya.

bagaimana seorang Ty Warner bisa mempercayai hal ini sehingga dia rela mengeluarkan uang sebesar $20,000 untuk membantu Jennifer Vasilakos hanya Tuhan yang tahu.
mungkin sebagian dari kita akan berkata yah wajar saja karena Ty kaya raya, dan memang sepantasnya untuk membantu orang yang membutuhkan.
atau mungkin justru ada yang memperhatikan, bahwa Ty memiliki iman yang kuat terhadap seseorang yang diatas sana, (mungkin Ty merefer kepada sosok Tuhan) dan kejadian dia tersesat dijalan dan harus bertanya kepada jennifer adalah memang kehendak Tuhan.

Hal lain yang bisa dipelajari adalah bagaimana seorang Jennifer yang selalu tetap berusaha dan tidak mengenal kata menyerah untuk mengumpulkan uang agar dapat mengobati penyakitnya.
Penggalangan dana diperempatan kalau di Indonesia mungkin terlihat seperti pengemis apabila dilakukan oleh individu namun hal ini tetap dilakukan oleh jennifer.
Ada banyak orang-orang yang memiliki penyakit yang parah dan mengetahui dirinya tidak mampu untuk membiayai pengobatan menyerah begitu saja. 

Jennifer mencontohkan kepada kita dengan tetap berusaha dan tetap memberikan sedikit kebaikan dalam bentuk memberikan arah jalan telah membantu masalahnya sendiri yaitu masalah biaya pengobatannya.

Teman, Tuhan akan tetap membantu kita apabila kita tetap berusaha dan tetap berbuat baik..

tebarkanlah kebaikan di muka bumi.

Sunday, February 14, 2010

Merasa Diri Paling Merana

Saat itu saya tengah berada di kota Jeddah , Saudi Arabia . Terpapar dihadapan saya sebuah koran berbahasa Arab di lobby hotel. Tergerak saya melihat berita dan artikel yang tertulis di sana , hingga saya temukan sebuah tulisan yang amat bermanfaat ini.

Tersebutlah kisah nyata seorang kaya raya berkebangsaan Saudi bernama Ra'fat. Ia diwawancarai setelah ia berhasil sembuh dari penyakit liver akut yang ia idap. Pola hidup berlebihan dan mengkonsumsi makanan tak beraturan membuat Ra'fat mengalami penyakit di atas.

Ra'fat berobat untuk mencari kesembuhan. Banyak dokter dan rumah sakit ia kunjungi di Saudi Arabia sebagai ikhtiar. Namun meski sudah menyita banyak waktu, tenaga, pikiran dan biaya, sayangnya penyakit itu tidak kunjung sembuh juga. Ra'fat mulai mengeluh. Badannya bertambah kurus. Tak ubahnya seperti seorang pesakitan.

Demi mencari upaya sembuh, maka Ra'fat mengikuti saran dokter untuk berobat ke sebuah rumah sakit terkenal spesialis liver di Guangzhou , China . Ia berangkat ke sana ditemani oleh keluarga. Penyakit liver semakin bertambah parah. Maka saat Ra'fat diperiksa, dokter mengatakan bahwa harus diambil tindakan operasi segera. Ketika Ra'fat menanyakan berapa besar kemungkinan berhasilnya. Dokter menyatakan kemungkinannya adalah fifty-fifty.

"50% kalau operasi berhasil maka Anda akan sembuh, 50% bila tidak berhasil mungkin nyawa Anda adalah taruhannya!" jelas sang dokter.

Mendapati bahwa boleh jadi ia bakal mati, maka Ra'fat berkata, "Dokter, kalau operasi ini gagal dan saya bisa mati, maka izinkan saya untuk kembali ke negara saya untuk berpamitan dengan keluarga, sahabat, kerabat dan orang yang saya kenal. Saya khawatir bila mati menghadap Allah Swt namun saya masih punya banyak kesalahan terhadap orang yang saya kenal." Ra'fat berkata sedemikian sebab ia takut sekali atas dosa dan kesalahan yang ia perbuat.

Dengan enteng dokter membalas, "Terlalu riskan bagi saya untuk membiarkan Anda tidak segera mendapatkan penanganan. Penyakit liver ini sudah begitu akut. Saya tidak berani menjamin keselamatan diri Anda untuk kembali ke tanah air kecuali dalam 2 hari. Bila Anda lebih dari itu datang kembali ke sini, mungkin Anda akan mendapati dokter lain yang akan menangani operasi liver Anda."

Bagi Ra'fat 2 hari itu cukup berarti. Ia pun berjanji akan kembali dalam tempo itu. Serta-merta ia mencari pesawat jet yang bisa disewa dan ia pun pergi berangkat menuju tanah airnya.

Kesempatan itu betul-betul digunakan oleh Ra'fat untuk mendatangi semua orang yang pernah ia kenal. Satu per satu dari keluarga dan kerabat ia sambangi untuk meminta maaf dan berpamitan. Kepada mereka Ra'fat berkata, "Maafkan aku, Ra'fat yang kalian kenal ini sungguh banyak kesalahan dan dosa... Boleh jadi setelah dua hari dari sekarang saya sudah tidak lagi panjang umur..."

Itulah yang disampaikan Ra'fat kepada orang-orang. Dan setiap dari mereka menangis sedih atas kabar berita yang mereka dengar dari orang yang mereka cintai dan kagumi ini.

Ra'fat menyambangi satu per satu dari mereka. Meski dengan tubuh yang kurus tak berdaya, ia berniat mendatangi mereka untuk meminta doa dan berpamitan. Dan kondisi itu membuat Ra'fat menjadi sedih. Ia merasa menjadi manusia yang paling merana. Ia merasa tak berdaya dan tak berguna. Sering dalam kesedihannya ia membatin, "Ya Allah.... rupanya keluarga yang mencintai aku.... harta banyak yang aku miliki... perusahaan besar yang aku punya.... semuanya itu tidak ada yang mampu membantuku untuk kembali sembuh dari penyakit ini! Semuanya tak ada guna... semuanya sia-sia!"

Rasa emosi batin itu membuat tubuh Ra'fat bertambah lemah. Ia hanya mampu perbanyak istighfar memohon ampunan Tuhannya. Memutar tasbih sambil berdzikir kini menjadi kegiatan utamanya. Ia masih merasa bahwa dirinya adalah manusia yang paling merana di dunia.

Hingga saat ia sedang berada di mobilnya. duduk di kursi belakang dengan tangan memutar tasbih seraya berdzikir. Hanya Ra'fat dan supirnya yang berada di mobil itu. Mereka melaju berkendara menuju sebuah rumah kerabat dengan tujuan berpamitan dan minta restu. Saat itulah menjadi moment spesial yang tak akan terlupakan untuk Ra'fat.

Beberapa ratus meter di depan, mata Ra'fat melihat ada seorang wanita berpakaian abaya (pakaian panjang wanita Arab yang serba berwarna hitam) tengah berdiri di depan sebuah toko daging. di sisi wanita tadi ada sebuah karung plastik putih yang biasa menjadi tempat limbah toko tersebut. Wanita tadi mengangkat dengan tangan kirinya sebilah tulang sapi dari karung. Sementara tangan kanannya mengumpil dan mencuil daging-daging sapi yang masih tersisa di pinggiran tulang.

Ra'fat memandang tajam ke arah wanita tersebut dengan pandangan seksama. Rasa ingin tahu membuncah di hati Ra'fat tentang apa yang sedang dilakukan wanita itu. Begitu mobilnya melintasi sang wanita, sekilas Ra'fat memperhatikan. Maka ia pun menepuk pundak sang sopir dan memintanya untuk menepi.

Saat mobil sudah berhenti, Ra'fat mengamati apa yang dilakukan oleh sang wanita. Entah apa yang membuat Ra'fat menjadi penasaran. Keingintahuannya membuncah. Ia turun dari mobil. lemah ia membuka pintu, dan ia berjalan tertatih-tatih menuju tempat wanita itu berada.

Dalam jarak beberapa hasta Ra'fat mengucapkan salam kepada wanita tersebut namun salamnya tiada terjawab. Ra'fat pun bertanya kepada wanita tersebut dengan suara lemah, "Ibu..., apa yang sedang kau lakukan?"

Rupanya wanita ini sudah terlalu sering diacuhkan orang, hingga ia pun tidak peduli lagi dengan manusia. Meski ada yang bertanya kepadanya, wanita tadi hanya menjawab tanpa menoleh sedikitpun ke arah si penanya. Sambil mengumpil daging wanita itu berkata, "Aku memuji Allah Swt yang telah menuntun langkahku ke tempat ini. Sudah berhari-hari aku dan 3 orang putriku tidak makan. Namun hari ini, Dia Swt membawaku ke tempat ini sehingga aku dapati daging limbah yang masih bertengger di sisi tulang sisa. Aku berencana akan membuat kejutan untuk ketiga putriku malam ini. Insya Allah, aku akan memasakkan sup daging yang lezat buat mereka...."

Subhanallah. ...! bergetar hebat relung batin Ra'fat saat mendengar penuturan kisah kemiskinan yang ada di hadapannya. Tidak pernah ia menyangka ada manusia yang melarat seperti ini. Maka serta-merta Ra'fat melangkah ke arah toko daging. Ia panggil salah seorang petugasnya. Lalu ia berkata kepada petugas toko, "Pak..., tolong siapkan untuk ibu itu dan keluarganya 1 kg daging dalam seminggu dan aku akan membayarnya selama setahun!"

Kalimat yang meluncur dari mulut Ra'fat membuat wanita tadi menghentikan kegiatannya. Seolah tak percaya, ia angkat wajah dan menoleh ke arah Ra'fat. Kini mata wanita itu menatap dalam mata Ra'fat seolah ia berterima kasih lewat sorot pandang.

Merasa malu ditatap seperti itu, Ra'fat menoleh ke arah petugas toko. Ia pun berkata, "Pak..., tolong jangan buat 1 kg dalam seminggu, aku rasa itu tidak cukup. Siapkan 2 kg dalam seminggu dan aku akan membayarnya untuk setahun penuh!" Serta-merta Ra'fat mengeluarkan beberapa lembar uang 500-an riyal Saudi lalu ia serahkan kepada petugas tadi.

Usai Ra'fat membayar dan hendak meninggalkan toko daging, maka terhentilah langkahnya saat ia menatap wanita tadi tengah menengadah ke langit sambil mengangkat kedua belah tangannya seraya berdoa dengan penuh kesungguhan:

"Allahumma ya Allah... berikanlah kepada tuan ini keberkahan rezeki. Limpahkan karunia-Mu yang banyak kepadanya. Jadikan ia manusia mulia di dunia dan akhirat. Beri ia kenikmatan seperti yang Engkau berikan kepada para hamba-Mu yang shalihin. Kabulkan setiap hajatnya dan berilah ia kesehatan lahir dan batin.....dst"

Panjang sekali doa yang dibaca oleh wanita tersebut. Kalimat-kalimat doa itu terjalin indah naik ke langit menuju Allah Swt. Bergetar arsy Allah Swt atas doa yang dibacakan sehingga getaran itu terasa di hati Ra'fat. Ia mulai merasakan ketentraman dan kehangatan. Kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Hampir saja Ra'fat menitikkan air mata saat mendengar jalinan indah kalimat doa wanita tersebut. Andai saja ia tidak merasa malu, pastilah buliran air mata hangat sudah membasahi pipinya. Namun bagi Ra'fat pantang menangis..., apalagi dihadapan seorang wanita yang belum ia kenal.

Ra'fat lalu memutuskan untuk meninggalkan wanita tersebut. Ia berjalan tegap dan cepat menuju mobilnya. Dan ia belum juga merasakan keajaiban itu! Ya, keajaiban yang ditambah saat Ra'fat membuka dan menutup pintu mobil dengan gagah seperti manusia sehat sediakala!!!

Sungguh doa wanita itu memberi kedamaian pada hati Ra'fat. Sepanjang jalan di atas kendaraan Ra'fat terus tersenyum membayangkan doa yang dibacakan oleh sang wanita tadi. Perjalanan menuju rumah seorang kerabat itu menjadi indah.

Sesampainya di tujuan lalu Ra'fat mengutarakan maksudnya. Ia berpamitan dan meminta restu. Ia katakan boleh jadi ia tidak lagi berumur panjang sebab sakit liver akut yang diderita.

Anehnya saat mendengar berita itu dari Ra'fat, sang kerabat berkata, "Ra'fat..., janganlah engkau bergurau. Kamu terlihat begitu sehat. Wajahmu ceria. Sedikit pun tidak ada tanda-tanda bahwa engkau sedang sakit."

Awalnya Ra'fat menganggap bahwa kalimat yang diucapkan kerabat tadi hanya untuk menghibur dirinya yang sedang sedih. Namun setelah ia mendatangi saudara dan kerabat yang lain, anehnya semuanya berpendapat serupa.

Dua hari yang dimaksud pun tiba. Ia didampingi oleh istri dan beberapa anaknya kembali datang ke China . Hari yang dimaksud untuk menjalani operasi sudah disiapkan. Sebelum masuk ruang tindakan, beberapa pemeriksaan pun dilakukan. Setelah hasil pemeriksaan itu dipelajari maka ketua tim dokter pun bertanya keheranan kepada Ra'fat dan keluarga:

"Aneh....! dua hari yang lalu kami dapati liver tuan Ra'fat rusak parah dan harus dilakukan tindakan operasi. Tapi setelah kami teliti, mengapa liver ini menjadi sempurna lagi?!"

Kalimat dokter itu membuat Ra'fat dan keluarga menjadi bahagia. Berulangkali terdengar kalimat takbir dan tahmid di ruangan meluncur dari mulut mereka. Mereka memuji Allah Swt yang telah menyembuhkan Ra'fat dari penyakit dengan begitu cepat. Siapa yang percaya bahwa Allah yang memberi penyakit, maka ia pun akan yakin bahwa hanya Dia Swt yang mampu menyembuhkan. Jangan bersedih dan merasa hidup merana. Sadari bahwa dalam kegetiran ada hikmah bak mutiara!

Cahaya Langit,

Bobby Herwibowo

www.kaunee.com

Monday, September 03, 2007

Siapakah emaknya?

Siapakah Emaknya?

http://genenetto.blogspot.com/2007/08/siapakah-emaknya.html

Selesai berlibur dari kampung, saya harus kembali kekota. Mengingat
jalan tol yang juga padat, saya menyusuri jalan lama. Terasa
mengantuk, saya singgah sebentar di sebuah restoran. Begitu memesan
makanan, seorang anak lelaki berusia lebih kurang 12 tahun muncul di
depan.

"Abang mau beli kue?" Katanya sambil tersenyum. Tangannya segera
menyelak daun pisang yang menjadi penutup bakul kue jajanannya. "Tidak
Dik, Abang sudah pesan makanan," jawab saya ringkas. dia berlalu.

Begitu pesanan tiba, saya langsung menikmatinya. Lebih kurang 20
menit kemudian saya melihat anak tadi menghampiri pelanggan lain,
sepasang suami istri sepertinya. Mereka juga menolak, dia berlalu
begitu saja.

"Abang sudah makan, tak mau beli kue saya?" tanyanya tenang ketika
menghampiri meja saya.
"Abang baru selesai makan Dik, masih kenyang nih," kata saya sambil
menepuk-nepuk perut. Dia pergi, tapi cuma di sekitar restoran. Sampai
di situ dia meletakkan bakulnya yang masih penuh. Setiap yang lalu dia
tanya, "Tak mau beli kue saya Bang, Pak... Kakak atau Ibu." Molek budi
bahasanya.

Pemilik restoran itupun tak melarang dia keluar masuk restorannya
menemui pelanggan. Sambil memperhatikan, terbersit rasa kagum dan
kasihan di hati saya melihat betapa gigihnya dia berusaha. Tidak
nampak keluh kesah atau tanda-tanda putus asa dalam dirinya, sekalipun
orang yang ditemuinya enggan membeli kuenya.

Setelah membayar harga makanan dan minuman, saya terus pergi ke
mobil. Anak itu saya lihat berada agak jauh di deretan kedai yang
sama. Saya buka pintu, membetulkan duduk dan menutup pintu. Belum
sempat saya menghidupkan mesin, anak tadi berdiri di tepi mobil. Dia
menghadiahkan sebuah senyuman. Saya turunkan kaca jendela. Membalas
senyumannya.

"Abang sudah kenyang, tapi mungkin Abang perlukan kue saya untuk
adik- adik, Ibu atau Ayah abang," katanya sopan sekali sambil
tersenyum.

Sekali lagi dia memamerkan kue dalam bakul dengan menyelak daun
pisang penutupnya.
Saya tatap wajahnya, bersih dan bersahaja. Terpantul perasaan
kasihan di hati. Lantas saya buka dompet, dan mengulurkan selembar
uang Rp 20.000,- padanya. "Ambil ini Dik! Abang sedekah... Tak usah
Abang beli kue itu." Saya berkata ikhlas karena perasaan kasihan
meningkat mendadak. Anak itu menerima uang tersebut, lantas
mengucapkan terima kasih terus berjalan kembali ke kaki lima deretan
kedai. Saya gembira dapat membantunya.

Setelah mesin mobil saya hidupkan. Saya memundurkan. Alangkah
terperanjatnya saya melihat anak itu mengulurkan Rp 20.000,- pemberian
saya itu kepada seorang pengemis yang buta kedua-dua matanya. Saya
terkejut, saya hentikan mobil, memanggil anak itu.

"Kenapa Bang, mau beli kue kah?" tanyanya.
"Kenapa Adik berikan duit Abang tadi pada pengemis itu? Duit itu
Abang berikan ke Adik!" kata saya tanpa menjawab pertanyaannya.

"Bang, saya tak bisa ambil duit itu. Emak marah kalau dia tahu saya
mengemis. Kata emak kita mesti bekerja mencari nafkah karena Allah.
Kalau dia tahu saya bawa duit sebanyak itu pulang, sedangkan jualan
masih banyak, Mak pasti marah. Kata Mak mengemis kerja orang yang tak
berupaya, saya masih kuat Bang!" katanya begitu lancar. Saya heran
sekaligus kagum dengan pegangan hidup anak itu. Tanpa banyak soal saya
terus bertanya berapa harga semua kue dalam bakul itu.

"Abang mau beli semua kah?" dia bertanya dan saya cuma mengangguk.
Lidah saya kelu mau berkata. "Rp 25.000,- saja Bang...." Selepas dia
memasukkan satu persatu kuenya ke dalam plastik, saya ulurkan Rp
25.000,-. Dia mengucapkan terima kasih dan terus pergi. Saya
perhatikan dia hingga hilang dari pandangan.

Dalam perjalanan, baru saya terpikir untuk bertanya statusnya. Anak
yatim kah? Siapakah wanita berhati mulia yang melahirkan dan
mendidiknya? Terus terang saya katakan, saya beli kuenya bukan lagi
atas dasar kasihan, tetapi rasa kagum dengan sikapnya yang dapat
menjadikan kerjanya suatu penghormatan. Sesungguhnya saya kagum dengan
sikap anak itu. Dia menyadarkan saya, siapa kita sebenarnya.


Sumber: Suara Merdeka


Posted by Gene Netto at 8/30/2007 09:45:00 PM

forwaded from feui95 mailing list & posted by Ilham D. Sannang

Wednesday, August 29, 2007

Memberi

BELAJARLAH MEMBERI

Vitachan - Shizuoka

Kemarin sore tiba-tiba saya diberi kejutan kecil. Orang tua asuh saya

membawa beras satu bungkus isi 10 kg dan memberikannya pada saya, tepat

ketika saya hendak membeli beras karena persediaan di rumah saya habis.

Hehe.. rejeki nomplok, pikir saya.

Karena sangat senang, saya kirim sms pada kakak perempuan di Indonesia dan

menceritakan kejadian ini. "Kok PAS, ya., pas butuh pas ada." Tulis saya

pada kakak saya. Kakak saya lalu bercerita, tadi pagi ibu saya memanggil

tukang becak tua yg lewat didepan rumah kami, dan memberinya makan satu

piring nasi.

Kakak saya heran, dalam rangka apa ibu saya tiba-tiba memberi makan tukang

becak itu. Kata ibu saya, "Biar anak mami yg jauh ga kekurangan makan."

Kakak saya bilang, mungkin maksud ibu itu adalah saya yg tinggal jauh di

negeri orang. Kontan, sorenya saya dapet beras 10kg. Waduh.balasannya kok

ga sebanding yah, sepiring nasi dengan sekarung beras. Hehe..lumayan.

Kejadian ini mengingatkan saya pada kejadian 20 tahun lalu. Suatu hari di

permulaan musim kemarau ketika saya masih duduk di kelas 3 atau 4 Sekolah

Dasar di Bandung, ada penggalian tanah di sepanjang jalan depan rumah orang

tua saya untuk pemasangan kabel telpon. Semua tukang gali jumlahnya

kira-kira 20 orang. Pekerjaan memakan waktu kurang lebih 10 hari. Pekerjaan

ini menarik perhatian saya, terutama kabel-kabel ukuran besar yg nantinya

akan ditanam dalam galian itu.

Hari pertama penggalian dimulai, matahari bersinar sangat terik. Para

pekerja yg kelelahan berhenti sejenak dari pekerjaannya sambil beberapa

kali mengusap keringat diwajahnya. Mereka terlihat kehausan karena bekal

air yg mereka bawa telah habis. Ibu saya yang melihat ini tanpa banyak

bicara membawa teko air besar dan menawarkan minuman teh dingin pada

mereka. Spontan mereka menerima dan meminum teh buatan ibu saya dgn

gembiranya. Karena mereka jumlahnya banyak, ibu saya sampai 3 kali mengisi

teko itu.

Ternyata hari-hari berikutnya pun ibu saya tidak berhenti menyediakan teko

air di depan rumah untuk para tukang gali itu. Bahkan bisa sampai 5 kali

dalam sehari ibu bolak balik mengisi teko besar itu dengan air teh. Jika

ada makanan ringan seperti pisang rebus, atau kue-kue kecil lainnya, ibu

saya jg menyuguhkannya. Saya pernah bertanya, "Kenapa ibu saja yg memberi

air minum pada mereka? Tetangga-tetangga lainnya pun tidak". Ibu saya hanya

menjawab singkat, "Kasihan", katanya. Sampai ketika pekerjaan galian itu

selesai, salah seorang tukang gali berkata "Terimakasih Bu, mulai hari ini

tidak usah sediakan air lagi, kami akan pindah ke tempat lain," katanya

sambil pamit pada ibu saya.

Hari-hari berlalu sampai tiba pada pertengahan musim kemarau. Musim kemarau

pada tahun itu katanya adalah musim kemarau panjang dan sangat panas

dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tidak seperti air di sumur-sumur tetangga

di komplek rumah kami yang mengering, air sumur kami justru melimpah ruah.

Ini ajaib. Padahal tetangga kiri kanan rumah ibu saya memasang jet pump yg

besar, sedangkan kami hanya memakai pompa Sanyo berkekuatan kecil.

Logikanya air tanah di rumah kami akan tersedot oleh tetangga kami itu.

Tapi kenyataannya adalah ibu saya membagi-bagikan air pada tetangga sebelah

menggunakan selang panjang melewati tembok penghalang rumah.

Semua tetangga di kompleks kami membeli air dengan jirigen-jirigen besar

untuk keperluan mandi dan mencuci setiap harinya. Hanya keluarga kami yang

tidak kekurangan air sedikitpun melewati musim kering yg panjang dan panas

pada saat itu. Ketika saya bertanya pada ibu, "Kenapa air sumur di rumah

kita tidak kering?", ibu saya menggelengkan kepala, sambil berkata lirih,

"Apa mungkin ini imbalan dari Tuhan karena memberi minum tukang-tukang gali

yg kehausan itu kemarin dulu?" Tidak ada seorang pun diantara kami yg tahu.

Sama seperti seorang guru, semakin banyak mengajar, semakin pintarlah ia.

Maka praktek memberi yg diajarkan ibu saya juga berlawanan dengan rumus

matematika yg diajarkan disekolah. Satu dikurang satu di mana-mana ya sama

dengan NOL. Tapi ibu saya ajaib, satu dikurang satu bisa jadi dua, bisa

juga tiga, atau bahkan sepuluh. Weleh, weleh...


Wednesday, August 22, 2007

Rp 1.500, - = Rp 600.000, - (matematika Allah)

Oleh Bayu Gawtama
Tidak ada satu maksud apa pun ketika menuliskan cerita ini, semoga Allah menjaga hati ini dari sifat riya meski sebiji zarah pun.
_____________________________
Jum’at lalu, saya berangkat ke kantor dengan dada sedikit berdegub. Melirik ukuran bensin di dashboard motor, masih setengah. “Yah cukuplah untuk pergi pulang ke kantor”.
Namun, bukan itu yang membuat dada ini tak henti berdegub. Uang di kantong saya hanya tersisa seribu rupiah saja. Degubnya tambah kencang karena saya hanya menyisakan uang tidak lebih dari empat ribu rupiah saja di rumah. Saya bertanya dalam hati, “makan apa keluarga saya siang nanti?” Meski kemudian buru-buru saya hapus pertanyaan itu, mengingat nama besar Allah yang Maha Melindungi semua makhluk-Nya yang tawakal.
Saya berangkat, terlebih dulu mengantar si sulung ke sekolahnya. Saya bilang kepadanya bahwa hari ini tidak usah jajan terlebih dulu. Alhamdulillah ia mengerti. Soal pulangnya, ia biasa dijemput tukang ojeg yang –sukurnya- sudah dibayar di muka untuk antar jemput ke sekolah.
Sepanjang jalan menuju kantor saya terus berpikir, dari mana saya bisa mendapatkan uang untuk menjamin malam nanti ada yang bisa dimakan oleh isteri dan dua putri saya. Urusan besok tinggal bagaimana besok saja, yang penting sore ini bisa mendapatkan sesuatu untuk bisa dimakan.
Tiba di kantor, tiba-tiba saya mendapatkan sebungkus mie goreng dari seorang rekan kantor yang sedang milad (berulang tahun). Perut saya yang sejak pagi belum terisi pun mendesak-desak untuk segera diisi. Namun saya ingat bahwa saya tidak memiliki uang selain yang seribu rupiah itu untuk makan siang. Jadi, saya tangguhkan dulu mie goreng itu untuk makan siang saja.
Sepanjang hari kerja, terhitung dua kali saya menelepon isteri di rumah menanyakan kabar anak-anak. “sudah makan belum?” si cantik di seberang telepon hanya menjawab, “Insya Allah, ” namun suaranya terasa getir. Saat itu, anak-anak sedang tidur siang.
Pukul lima sore lebih dua puluh menit saya bergegas ke rumah. Sebelumnya saya sudah berniat untuk menginfakkan seribu rupiah di kantong saya jika melewati petugas amal masjid yang biasa ditemui di jalan raya. Sayangnya, sepanjang jalan saya tidak menemukan petugas-petugas itu, mungkin karena sudah terlalu sore. Akhirnya, sekitar separuh perjalanan ke rumah, adzan maghrib berkumandang. Motor pun terparkir di halaman masjid, dan seketika mata ini tertuju kepada kotak amal di pojok masjid. “bismillaah…” saya masukkan dua koin lima ratus rupiah ke kotak tersebut.
Usai sholat, setelah berdoa saya meneruskan perjalanan. Tapi sebelumnya, tangan saya menyentuh sesuatu di kantong celana. Rupanya satu koin lima ratus rupiah. Kemudian saya ceploskan lagi ke kotak amal yang sama.
Sesampainya di rumah, isteri sedang memasak mie instan. Semangkuk mie instan sudah tersaji, “kita makan sama-sama yuk…” ajak si manis. Kemudian saya bilang, “abang sudah kenyang, biar anak-anak saja yang makan”. Anak-anak pun lahap menyantap mie instan plus nasi yang dihidangkan ibu mereka. Rasanya ingin menangis saat itu.
***
Keesokan paginya, isteri menggoreng singkong untuk sarapan. Alhamdulillah masih ada yang bisa dimakan. Sebenarnya hari itu masih punya harapan. Seorang teman isteri beberapa hari lalu meminjam sejumlah uang dan berjanji mengembalikannya Sabtu pagi. Namun yang ditunggu tidak muncul. Bahkan ketika terpaksa saya harus mengantar isteri menemui temannya itu, pun tidak membuahkan hasil.
Tiba-tiba telepon saya berdering, “Pak, saya baru saja mentransfer uang satu juta rupiah ke rekening bapak. Yang empat ratus ribu untuk pesanan 20 buku bapak yang terbaru. Sisanya rezeki untuk anak-anak bapak ya…” seorang sahabat dekat memesan buku karya saya yang terbaru.
Subhanallah, Allahu Akbar! Saya langsung bersujud seketika itu. Saya hanya berinfak seribu lima ratus rupiah dan Allah membalasnya dengan jumlah yang tidak sedikit. Ini matematika Allah, siapa yang tak percaya janji Allah? Yang terpenting, siang itu juga saya buru-buru mengeluarkan sejumlah uang dari yang saya peroleh hari itu untuk diinfakkan.
***
Saya bersyukur tidak memiliki banyak uang maupun tabungan untuk saya genggam. Sebab semakin banyak yang saya miliki tentu semakin berat pertanggungjawaban saya kepada Allah.
Bayugautama@yahoo.com

Tokh saya tidak lebih baik dari anjing

Tokh Saya Tidak Lebih Baik Daripada Anjing*
 
Ini cerita seorang tua bijaksana. Kebijaksanaannya begitu masyhur di kalangan penduduk, sehingga menjadi buah bibir. Mendengar kemasyhuran orang ini, timbul niat seorang jahil untuk menguji Pak Tua ini.
 
Si Jahil memanggil Pak Tua, "Pak Tua, kemarilah!"
Datanglah Pak Tua memenuhi undangan Si Jahil, dengan tertatih-tatih berjalan, bertumpu pada tongkatnya. Tatkala Pak Tua sudah sampai di hadapan Si Jahil, Si Jahil malah bertanya pura-pura,
 
"Ada apa ya Pak?"
"Lho, bukankah ananda memanggilku?"
"Aah, nggak tuch. Mungkin Pak Tua salah dengar ya?"
"Oh ya? Baik kalau begitu, maaf", lalu Pak Tua itu pun berlalu.
 
Si Jahil senang sudah berhasil mengerjai Pak Tua.
Namun, ia belum puas. Tak lama kemudian, Si Jahil kembali memanggil Pak Tua,
 
"Pak Tua, kemarilah!"
 
Lalu, Pak Tua kembali memenuhi panggilan Si Jahil, dengan tertatih-tatih berjalan, bertumpu pada tongkatnya. Tatkala Pak Tua sudah sampai di hadapan Si Jahil, Si Jahil kembali lagi bertanya pura-pura,
 
"Ada apa ya Pak?"
 
Lalu dialog kembali berulang. Si Jahil kembali mengelak bahwa ia telah memanggil Pak Tua, dan Pak Tua pun pamit minta maaf dan berlalu. Kejadian ini terus berulang. Berulang...berulang....berulang....sampai Si Jahil merasa sangat bersalah mempermainkan seorang yang sudah tua. Rasa bersalahnya bertambah-tambah karena bukannya marah, justru Pak Tua tetap berwajah ceria.
 
Bukankah kepuasan tertinggi orang jail terletak pada keberhasilannya ngerjain orang? Lha, Pak Tua ini, walaupun sudah berkali-kali dikerjai, tidak mempan juga, malah ia tetap berwajah ceria. Kesallah si Jahil karena kejahilannya terlalu impoten untuk mendobrak amarah Pak Tua. Akhirnya, justru Si Jahil yang kalah sabar mengerjai Pak Tua, ditambah rasa bersalahnya kian memuncak dalam hati.
 
Si Jahil akhirnya menghadap Pak Tua, mohon maaf atas kesalahannya mengerjai, dan menyatakan kekagumannya atas kesabaran Pak Tua. Maka, Pak Tua pun menjawab,
 
"Ananda, jika engkau menyebut tindakanku itu sebagai kesabaran, maka anjing pun melakukannya. Tengoklah anjing, jika tuannya memanggil, anjing selalu datang walau tak jelas tujuan si Tuan memanggil itu apa. Maka, tindakanku memenuhi panggilanmu itu tak lebih hebat daripada anjing. Lalu mengapa pula engkau memuji kesabaranku?"
 
Mendengar ini, Si Jahil bertambah kagum pada Pak Tua. Akhirnya ia mengaku, bahwa sebenarnya ia hanya ingin menguji. Setelah mohon maaf, Si Jahil pun mohon izin agar dapat diterima berguru pada Pak Tua.
 
_________________________
Kita sering terlalu bangga dengan status kemuliaan kita sebagai manusia, sehingga tega merendahkan binatang. Terhadap manusia yang kita benci, kita memaki, "Dasar anjing luh!!!" Bukankah ini penghinaan terhadap anjing? Padahal, anjing pun lebih baik daripada sebagian manusia. Anjing selalu setia, bersyukur, dan tunduk pada pemeliharanya. Padahal banyak manusia yang tidak setia, bersyukur, dan tunduk pada Pemeliharanya.
 
*(Kisah ini diparafrasekan dari salah satu kisah yang diceritakan Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya 'Ulumuddin ['Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama']. Pak Tua adalah seorang ulama sufi, yang sayang sekali saya lupa namanya. Kalau berminat, silakan pembaca memeriksa sendiri dalam kitab tersebut, yang sudah banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan beragam versi oleh banyak penerbit).  
 
 


Diteruskan dari postingan Ilham D. Sannang dalam milis FEUI95

Wednesday, August 01, 2007

Jejak Sepatu Di karpet

Sebuah kisah nyata...
Ada seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 anak laki-laki.
Urusan belanja, cucian, makan, kebersihan & kerapihan rumah dapat
ditanganinya dengan baik. Rumah tampak selalu rapih, bersih & teratur dan
suami serta anak-anaknya sangat menghargai pengabdiannya itu.

Cuma ada satu masalah, ibu yg pembersih ini sangat tidak suka kalau karpet
di rumahnya kotor.
Ia bisa meledak dan marah berkepanjangan hanya gara-gara melihat jejak
sepatu di atas karpet, dan suasana tidak enak akan berlangsung seharian.
Padahal, dengan 4 anak laki-laki di rumah, hal ini mudah sekali terjadi
terjadi dan menyiksanya.

Atas saran keluarganya, ia pergi menemui seorang psikolog bernama Virginia
Satir, dan menceritakan masalahnya.
Setelah mendengarkan cerita sang ibu dengan penuh perhatian, Virginia
Satir tersenyum & berkata kepada sang ibu :
"Ibu harap tutup mata ibu dan bayangkan apa yang akan saya katakan" Ibu
itu kemudian menutup matanya.
"Bayangkan rumah ibu yang rapih dan karpet ibu yang bersih mengembang, tak
ternoda, tanpa kotoran, tanpa jejak sepatu, bagaimana perasaan ibu?"
Sambil tetap menutup mata, senyum ibu itu merekah, mukanya yg murung
berubah cerah. Ia tampak senang dengan bayangan yang dilihatnya.

Virginia Satir melanjutkan; "Itu artinya tidak ada seorangpun di rumah
ibu.Tak ada suami, tak ada anak-anak, tak terdengar gurau canda dan tawa
ceria mereka. Rumah ibu sepi dan kosong tanpa orang-orang yang ibu
kasihi".

Seketika muka ibu itu berubah keruh, senyumnya langsung menghilang,
napasnya mengandung isak.
Perasaannya terguncang. Pikirannya langsung cemas membayangkan apa yang
tengah terjadi pada suami dan anak-anaknya.

"Sekarang lihat kembali karpet itu, ibu melihat jejak sepatu & kotoran
disana, artinya suami dan anak-anak ibu ada di rumah, orang-orang yang ibu
cintai ada bersama ibu dan kehadiran mereka menghangatkan hati ibu".
Ibu itu mulai tersenyum kembali, ia merasa nyaman dengan visualisasi tsb.

"Sekarang bukalah mata ibu" Ibu itu membuka matanya "Bagaimana, apakah
karpet kotor masih menjadi masalah buat ibu?"

Ibu itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Aku tahu maksud anda" ujar sang ibu, "Jika kita melihat dengan sudut yang
tepat, maka hal yang tampak negatif dapat dilihat secara positif".

Sejak saat itu, sang ibu tak pernah lagi mengeluh soal karpetnya yang
kotor, karena setiap melihat jejak sepatu disana, ia tahu, keluarga yg
dikasihinya ada di rumah.

Kisah di atas adalah kisah nyata. Virginia Satir adalah seorang psikolog
terkenal yang mengilhami Richard Binder & John Adler untuk menciptakan NLP
(Neurolinguistic Programming) . Teknik yang dipakainya di atas disebut
Reframing, yaitu bagaimana kita 'membingkai ulang' sudut pandang kita,
sehingga sesuatu yg tadinya negatif dapat menjadi positif, salah satu
caranya dengan mengubah sudut pandangnya.

Terlampir beberapa contoh pengubahan sudut pandang : Saya BERSYUKUR;
1.Untuk istri yang mengatakan malam ini kita hanya makan mie instan,
karena itu artinya ia bersamaku bukan dengan orang lain.
2.Untuk suami yang hanya duduk malas di sofa menonton TV, karena itu
artinya ia berada di rumah dan bukan di bar, kafe, atau di tempat mesum.
3.Untuk anak-anak yang ribut mengeluh tentang banyak hal, karena itu
artinya mereka di rumah dan tidak jadi anak jalanan.
4.Untuk Tagihan Pajak yang cukup besar, karena itu artinya saya bekerja
dan digaji tinggi.
5.Untuk sampah dan kotoran bekas pesta yang harus saya bersihkan, karena
itu artinya keluarga kami dikelilingi banyak teman.
6.Untuk pakaian yang mulai kesempitan, karena itu artinya saya cukup makan.
7.Untuk rasa lelah, capai dan penat di penghujung hari, karena itu artinya
saya masih mampu bekerja keras.
8.Untuk semua kritik yang saya dengar tentang pemerintah, karena itu
artinya masih ada kebebasan berpendapat.
9.Untuk bunyi alarm keras jam 5 pagi yg membangunkan saya, karena itu
artinya saya masih bisa terbangun, masih hidup.
10.Untuk setiap permasalahan hidup yang saya hadapi, karena itu artinya
Tuhan sedang membentuk dan menempa saya untuk menjadi lebih baik lagi.

(diteruskan dari email fadya)

Wednesday, July 18, 2007

Belajar Bijak Dari Nelayan



                     

                Kiriman humor ini dari seorang teman di atas mengajarkan kita beberapa hal .

             Pertama,

                Kita tidak boleh sombong. Firman Tuhan mengatakan bahwa orang yang tinggi hati akan

                direndahkan. Sebaliknya, orang yang rendah hati akan di tinggikan pada waktunya.

            Kedua,

               Setinggi apa pun pendidikan kita, kita tidak mungkin menguasai semua ilmu,

               apalagi ketrampilan.

            Ketiga,

               Kita membutuhkan orang lain, tidak peduli seberapa rendah pendidikan orang itu.

               

               (diteruskan dari email Fadli maizar)

         


 




__._,_.___


Logika Pria


Logika Pria,

Seorang Suami dan Istrinya tengah menghadiri sidang
perceraiannya.

Dalam sidang akan memutuskan siapa yang mendapat hak asuh
anak.

Sambil berteriak histeris dan melompat - lompat si istri
berkata :

" Yang Mulia, Saya yang mengandung, melahirkan bayi itu ke
dunia dengan kesakitan dan kesabaran saya !! " " Anak itu
harus menjadi hak asuh Saya !! "

Hakim lalu berkata kepada pihak suami:

" Apa pembelaan anda terhadap tuntutan istri Anda"

Si Suami diam sebentar, dengan nada datar ia berkata :

" Yang mulia .   Jika saya memasukkan KOIN ke mesin minuman
Coca-Cola,

   mesinnya BERGOYANG SEBENTAR, dan minumannya keluar,

   Menurut Pak Hakim .......  Minumannya milik Saya atau
Mesinnya ?  "


 (diteruskan dari email Fadli Maizar)

Tuesday, July 17, 2007

Tidak Mau Ambil Resiko

Seorang yang sudah sekarat dan mendekati ajalnya, ditanyai oleh seorang perawat, "Apakah anda mau ditemani oleh pendeta, pastur, atau kiai?"

Orang yang sekarat itu lalu menjawab dengan terbata-bata, "Suster, semuanya saja. Saya tidak mau ambil resiko."

Perawat: ??????

(diteruskan dari milis feui95 posted by Danny Lau)


 

Monday, July 16, 2007

Duet Jokes


BABA

 

Seorang salesman sedang mempromosikan produk perusahaannya kepada seorang anak kos. Dia menanyakan pertanyaan tentang produk yang dipakai anak kos itu.

 

"Sabun mana yang Anda gunakan selama ini?"

Anak kos dengan santai menjawab, "Sabun Baba."

 

"Kalau odol, odol mana yang Anda gunakan?"

"Odol Baba," jawab anak kos.

 

"Parfum?"

"Parfum Baba."

 

"Sampo?"

"Sampo Baba."

 

Akhirnya dengan frustrasi si salesman bertanya lagi, "Ok, apakah Baba ini perusahaan lokal atau multinasional karena saya belum pernah dengar? Siapa tahu Anda selama ini memakai produk yang tidak sehat."

 

Anak kos itu menjawab, "Bukan perusahaan kok, Mas. Baba itu teman kos saya."

 

---------------------------------------------------------------------

 

WORTEL BAGUS UNTUK MATA

 

Seorang guru SD sedang mengajar kepada murid-muridnya tentang manfaat wortel bagi kesehatan mata.

Kemudian guru tersebut bertanya kepada anak didiknya.

 

Guru : Anak-anak, siapa yang suka makan wortel?

Murid: (Hampir bersamaan kecuali Arya) Saya, Pak, saya, saya, saya ....

Guru : Arya, mengapa kamu diam saja? Kamu tidak suka makan wortel?

Arya : Bukan, Pak. Saya suka wortel, tetapi tolong tunjukkan dulu kalau wortel memang bermanfaat bagi mata kita.

Guru : Oh begitu. Baik. Kamu tahu kelinci makannya apa, Arya?!

Arya : Wortel, Pak.

Guru : Nah, kamu pernah melihat ada kelinci pakai kacamata?

Arya : ???????????????? Nggak, Pak??????

Guru : Sudah jelas kan sekarang?

 

__,_._,___

Budak Melayu

(Saya sangat suka dengan puisi2 yang dituliskan oleh sodara heri latief ini)

Budak Melayu
 
milyaran dollar hasil keringat buruh indonesia
dijadikan parfum prestasi penguasa
jika ada buruh jatuh tertimpa tangga
siapa bertanggung jawab mengurusnya?
 
riwayat cari makan di negeri jiran
nyatanya "orang indon" jadi paria
sihirnya materi bisa bikin mimpi ngeri
riwayat serumpun tinggal kenangan
 
milyaran dollar hasil perbudakan
kamu tau artinya jadi buruh murah
pemodal taunya cuma untung segunung
tak ada lagi secuil rasa kemanusiaan
 
milyaran keringat bercampur merahnya darah
itulah yang terjadi pada saat ini
kita memang masih jadi bangsa kuli
 
heri latief
amsterdam, 16 juli 2007



sastra-pembebasan@yahoogroups.com
milisgrup opini alternatif

http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/
penerbit buku sejarah alternatif

http://progind.net/
kolektif info coup d'etat 65: kebenaran untuk keadilan

Saturday, October 30, 2004

Hati yang dingin

Di sebuah perusahaan rel kereta api ada seorang pegawai, namanya Nick. Dia sangat rajin bekerja, dan sangat bertanggung jawab, tetapi dia mempunyai satu kekurangan, yaitu dia tidak mempunyai harapan apapun terhadap hidupnya, dia melihat dunia ini dengan pandangan tanpa harapan sama sekali.

Pada suatu hari semua karyawan bergegas untuk merayakan ulang tahun bos mereka, semuanya pulang lebih awal dengan cepat sekali. Yang tidak sengaja terjadi adalah, Nick terkunci di sebuah mobil pengangkut es yang belum sempat dibetulkan. Nick berteriak, memukul pintu dengan keras, semua orang di kantor sudah pergi merayakan ulang tahun bosnya maka tidak ada yang mendengarnya.

Tangannya sudah merah kebengkak-bengkakan memukul pintu mobil itu, suaranya sudah serak akibat berteriak terus, tetapi tetap tidak ada orang yang mempedulikannya, akhirnya dia duduk di dalam sambil menghelakan nafas yang panjang. Semakin dia berpikir semakin dia merasa takut, dalam hatinya dia berpikir: Dalam mobil pengangkut es suhunya pasti di bawah 0 derajat, kalau dia tidak segera keluar dari situ, pasti akan mati kedinginan. Dia terpaksa dengan tangan yang gemetar, mencari secarik kertas dan sebuah bolpen, menuliskan surat wasiatnya.

Keesokkan harinya, semua karyawan pun datang bekerja. Mereka membuka pintu mobil pengangkut es tersebut, dan sangat terkejut menemukan Nick yang terbaring di dalam. Mereka segera mengantarkan Nick untuk ditolong, tetapi dia sudah tidak bernyawa lagi.

Tetapi yang paling mereka kagetkan adalah, listrik mobil untuk menghidupkan mesin itu tidak dihubungkan, dalam mobil yang besar itu juga ada cukup oksigen untuknya, yang paling mereka herankan adalah suhu dalam mobil itu hanya 28 derajat saja, tetapi Nick malah mati "kedinginan"!!

Nick bukanlah mati karena suhu dalam mobil terlalu rendah, dia mati dalam titik es di dalam hatinya. Dia sudah menghakimi dirinya sebuah hukuman mati, bagaimana dapat hidup terus?

Percaya dalam diri sendiri adalah sebuah perasaan hati. Orang yang mempunyai rasa percaya diri tidak akan langsung putus asa begitu saja, dia tidak akan langsung berubah sedih terhadap keadaan hidupnya yang jalan kurang lancar.

Tanyalah pada diri kita sendiri, apakah kita sendiri sering langsung memutuskan bahwa kita tidak mampu untuk mengerjakan suatu hal, sehingga kita kehilangan banyak kesempatan untuk menjadi sukses? Kehilangan banyak kesempatan untuk belajar mandiri? Untuk jadi lebih mengerti kehidupan ini?

Yang mempengaruhi semangat kamu bukanlah faktor-faktor dari luar, melainkan hatimu sendiri. Sebelum berusaha sudah dikalahkan oleh diri kita sendiri, biarpun ada banyak bantuan yang tertuju pada dirimu tetap tidak akan membantu.